Geruduk Lapas Salemba Mahasiswa Menolak Diamkan Kasus Kakap Napi Narkoba Racik Ekstasi di Rumah Sakit

    Masih ingat penangkapan napi narkoba dari Lapas Salemba, Jakarta Pusat, yang berpura-pura sakit dan berobat di sebuah Rumah Sakit, namun ternyata membuat pabrik peracikan ekstasi di sebuah kamar rumah sakit itu?

    Praktik ‘pabrik ekstasi’ oleh dua bandar narkoba yang merupakan napi dari Lapas Salemba itu terjadi di salah satu kamar VVIP sebuah Rumah Sakit. Aktivitas itu dibongkar oleh anggota Polsek Sawah Besar, Jakarta Pusat, pada Rabu (19/08/2020) lalu.

    Karena tidak diusut tuntas, puluhan mahasiswa dari Jaringan Intelektual Hukum Nasional (JIHN) menggeruduk Lapas Salemba, di Jakarta Pusat, Kamis (27/08/2020).

    Koordinator Aksi, Riswan Siahaan menyampaikan, para jajaran pejabat di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mulai dari Menkumham, Dirjen PAS, Kalapas, Karutan, bahkan para sipir sudah kian tak tahu diri, tak tahu malu dan malah diduga menjadi pelindung dan pelaku kejahatan narkotika itu sendiri.

    Para pejabat itu sendiri yang harus ditindak terlebih dahulu. Karena mereka diduga bermain dan bekerja sama dengan para Napi dan bandar narkoba untuk melancarkan bisnis haram di dalam Lapas dan di luar Lapas.

    “Lama-lama semakin tidak tahu diri dan tidak tahu malu lagi para pejabat Lapas ini. Kami mendesak bongkar dan usut tuntas keterlibatan para pejabat lapas dalam praktik peredaran narkoba di Lapas Salemba,” tutur Riswan Siahaan, di Jakarta, Jumat (28/08/2020).

    Yang terlebih dahulu harus diberantas, menurut Riswan adalah para oknum sipir, oknum pejabat dan oknum aparat yang melindungi, bahkan melakukan praktik bisnis haram kejahatan narkotika seperti yang terjadi di Lapas Salemba itu.

    “Copot Kepala Rutan Salemba, Kepala Lapas Salemba dan para oknum yang terkait peredaran Narkoba yang dilakukan Napi di dalam Lapas,” cetus Riswan.

    Riswan juga menyatakan, adanya kesengajaan dan lemahnya penjagaan sipir di Lapas Salemba menyebabkan maraknya kejahatan narkoba yang dikendalikan dari dalam Lapas.

    “Dirjen PAS gagal memberantas peredaran narkoba yang dilakukan di Rutan dan LP Salemba,” jelasnya.

    Seharusnya, lanjutnya, Pemerintahan Jokowi-Ma’aruf juga malu dong. Masa masih subur saja perilaku pejabatnya yang menjadi pelindung dan kaki tangan bandar dan mafia narkoba di Lapas-Lapas dan Rutan.

    Padahal, Jokowi sendiri yang menyatakan perang terhadap kejahatan narkoba dan harus memberantas semua pihak yang terlibat.

    “Karena itu, kami juga mendesak Presiden Jokowi untuk membersihkan Lembaga Pemasyarakatan dari Narkoba,” tandas Riswan.

    Dia menyatakan mendukung upaya tegas yang dilakukan Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memberantas kejahatan dan peredaran narkoba di Lapas dan diseluruh instansi, dan masyarakat.

    Satreskrim Polsek Sawah Besar menangkap narapidana Rutan Salemba berinisial AU (42) karena meracik narkoba jenis ekstasi di salah satu ruang perawatan Rumah Sakit (RS) Swasta AR, Jakarta Pusat. Selain AU, polisi juga menangkap kurir ekstasi berinisial MW (36).

    AU juga kerap dibantu MW dalam proses mendapatkan alat produksi hingga meracik ekstasi di dalam kamar perawatan itu. Kronologi penangkapan Ruang perawatan rumah sakit digunakan sebagai kamuflase pembuatan narkoba itu terungkap setelah polisi menangkap MW.

    Dari MW, polisi mendapat barang bukti sebanyak 30 butir ekstasi. Baca juga: Polisi Periksa 4 Sipir Terkait Napi Rutan Salemba yang Produksi Ekstasi di VVIP Rumah Sakit Dalam penelusuran, rupanya bukti mengarah menuju AU yang saat itu diketahui merupakan narapidana narkotika dari Rutan Salemba.

    “MW merupakan kurir dari tersangka AU. AU merupakan salah satu napi Salemba kasus narkoba atas kepemilikan 15.000 butir ekstasi. Ia dipenjara 15 tahun dan baru dua tahun menjalani masa tahanan,” tutur Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto di Jakarta, Rabu (19/8/2020).

    AU menjalani perawatan di ruangan privat Rumah Sakit swasta AR selama dua bulan atas rujukan dari Rutan Salemba. Alasan AU dirawat di RS swasta AR itu karena sering mengeluhkan nyeri lambung saat berada di dalam Lembaga Permasyarakatan kelas II A itu.

    “Tersangka (AU) beralasan sakit di RS AR, tapi ternyata dijadikan pabrik. Berdasarkan info dari masyarakat, kita lakukan penyelidikan dan penggerebekan terhadap AU di ruang VVIP itu,” jelas Heru.

    Di dalam ruang VVIP yang ditempati oleh AU, polisi menemukan alat bukti berupa pil ekstasi, alat cetak ekstasi, pewarna, satu telepon genggam dan perangkat pencetak ekstasi dari serbuk menjadi butiran.

    Dalam menjalani bisnis haram itu, AU telah meraup keuntungan sebesar Rp 140 juta selama dua bulan berkamuflase. Dibantu kurir Sementara Kapolsek Sawah Besar, Kompol Eliantoro Jalmaf menjelelaskan, AU selalu dibantu oleh MW selama memproduksi ekstasi di dalam ruang perawatan.

    “Jadi tersangka MW yang merupakan kurir itu juga ikut serta membuat narkoba bareng oleh AU. Bahkan, AU mendapatkan pembuatan ekstasi melalui MW yang membeli secara online. Dari hasil interogasi keterangan AU ini alat itu pakai kurir, si MW itu. Ada beberapa alat yang dipesan secara online. Karena itu MW sering ke situ (rumah sakit),” jelas Eliantoro.

    Menurut Eliantoro, saat ini anggotanya masih mendalami peran kedua tersangka. Pendalaman juga menagrah pada peredaran ekstasi yang telah mereka buat.

    “Itu masih mendalami. tim masih periksa terus. kita masih cari tahu jalur penjualan kemana saja. Saat ini yang jelas dia menjual satu paket isi 60 butir itu Rp 3 jutaan,” ujarnya.

    Untuk mendalami kasus pembuatan narkoba yang dapat terjadi di dalam kamar rumah sakit itu, Polisi mengaku sudah memeriksa empat sipir yang menjaga AU selama dirawat di Rumah Sakit Swasta AR itu.

    “Untuk sipir saat ini sudah proses pemeriksaan. Ada empat orang sipir yang kita periksa,” jelas Eliantoro Eliantoro menjelaskan.

    Pemeriksaan empat orang sipir itu menyesuaikan buku mutasi penjagaan yang ditemukan di tempat kajadian.

    “Empat orang itu sesuai dengan buku mutasi yang kita ketemukan di TKP. Pertama yang (diperiksa) sipir menjaga AU di rumah sakit itu,” lanjutnya.

    Menurut Eliantoro, selama ini sipir tersebut menjaga AU secara bergantian setelah 12 jam. Penjagaan dilakukan di dalam rumah sakit, namun lokasi tepatnya di luar kamar perawatan.

    “Setiap hari dijaga satu orang per 12 jam, tapi kan dari informasi dia jaga di luar. Bukan di luar rumah sakit, tapi di luar ruangan perawatan,” jelasnya lagi.

    Sementara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan turun tangan dalam menangani narapidana kasus narkoba yang kembali berulah itu. Ditjen Pemasyarakatan akan memindahkan AU ke lapas dengan tingkat pengamanan maksimum di Lapas Karang Anyar, Nusakambangan, Kamis (20/8/2020).

    Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti mengatakan, pemindahan dilakukan dengan alasan keamanan dan tindakan tegas atas pelanggaran yang dilakukan AU.

    “Dengan pertimbangan keamanan dan tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh AU, maka AU akan dipindahkan hari ini ke Lapas dengan tingkat pengamanan Super Maksimum Security, One Man One Cell di Lapas Karang Anyar, Nusakambangan,” ujar Rika dalam siaran persnya.

    Rika menuturkan, AU telah melakukan pelanggaran dengan kembali mengulangi tindak pidana terkait narkoba. Adapun AU merupakan narapidana yang menjalani masa pidana di Rutan Salemba, bukan Lapas Salemba. Dia adalah terpidana kasus narkoba yang diputus bersalah dengan hukuman penjara selama 15 tahun.

    “Bahwa AU berdasarkan pemeriksaan dari Polsek Sawah Besar dan Polres Jakarta Pusat telah melakukan pelanggaran dan melakukan pengulangan tindak pidana terkait narkoba,” ujar Rika.(RGR)

    Komentar Facebook