Pandemi Covid-19 Masih Menghantami Indonesia, Hati-Hati Gerombolan Provokator Berkeliaran Membuat Indonesia Kian Kacau Balau

    Di saat seluruh elemen bangsa Indonesia sedang berjibaku melakukan upaya pemulihan kondisi Indonesia dari hantaman pandemi Covid-19, kelompok atau gerombolan provokator masih bebas berkeliaran dan membuat situasi menjadi kian kacau balau.

    Aparat Penegak Hukum (APH) diminta segera menindaktegas para gerombolan provokator yang membuat situasi Indonesia semakin kacau balau itu.

    Hal itu diungkapkan Ketua Umum Komite Muda Nusantara (KMN) Johan Aritonang, lewat Webinar Nasional, bertajuk ‘Di Tengah Pandemi Covid -19 Muncul Barisan Oposisi’, yang digelar Komite Muda Nusantara (KMN), Jumat malam (14/08/2020).

    Johan mengatakan, situasi pandemi Covid-19 seharusnya menjadi situasi yang perlu menjadi perhatian bersama. Karena berdampak bagi seluruh masyarakat.

    Sudah seharusnya seluruh masyarakat bekerjasama dengan pemerintah untuk memulihkan keadaan bangsa yang sedang kacau karena pandemi Covid-19. Dengan kata lain, katanya, harus bekerjasama satu dengan yang lain untuk memikirkan bersama penanganan covid yang terus berkembang setiap harinya.

    “Namun yang terjadi adalah ada beberapa provokator yang mencoba memprovokasi situasi saat ini. Seperti gerakan yang sedang terjadi dari kelompok Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI),” ujarnya.

    Menurut Johan, gerakan itu seolah menjelaskan bahwa Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak baik dan terancam pecah. Padahal, Indonesia masih dalam kondisi baik dan solid.

    “Karena itu, kelompok yang menamakan diri KAMI muncul untuk mencoba menyelamatkan Indonesia. Namun kita dapat melihat sendiri, bahwa Indonesia dalam keadaan yang baik-baik saja. Indonesia tidak dalam ancaman perpecahan, Indonesia masih utuh dan siap bersatu melawan badai pandemi saat ini,” tutur Johan Aritonang.

    Dalam webinar itu, terungkap nama-nama yang ada di balik deklarasi KAMI. Mereka bukanlah orang baru.

    “Beberapa di antaranya bahkan pernah menjabat di pemerintahan. Ada juga pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat Pilpres 2019. Lalu tokoh yang memang sejak lama dikenal sebagai oposisi pemerintah siapa pun yang berkuasa,” jelasnya.

    Bagi Johan, kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) merupakan suatu gerakan yang mencoba memprovokasi masyarakat, di tengah situasi bangsa Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 dan keterpurukan.

    “Dalam hal ini, kita dicoba diadu-domba dengan pemerintah. Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang seharusnya mendorong kita untuk lebih menumbuhkan solidaritas agar dapat keluar dari situasi ini, malah kita coba diprovokasi dan diadu-domba,” ujarnya.

    Oleh karena itu, menurutnya, kehadiran KAMI itu malah mendapat penolakan keras dari masyarakat. Terbukti, hadirnya Gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu mendapat perlawanan dari elemen masyarakat.

    “Kita perlu melawan narasi ataupun gerakan yang mencoba memprovokasi, seperti gerakan KAMI. Kami dari Komite Muda Nusantara (KMN) mengecam keras gerakan yang dibangun oleh KAMI, karena mencoba mengadu domba kita dengan pemerintah,” tandas Johan.

    Selain Johan, yang hadir sebagai narasumber dalam Webinar Nasional‘Di Tengah Pandemi Covid -19 Muncul Barisan Oposisi’ itu adalah Wasekjen DPP GMNI Rival Aqma Rianda, Ketua Umum Barisan Rakyat Satu Juni (Barak 106) Martin Siahaan, dan dari Komite Muda Nusantara (KMN) sendiri, Erik Hapedrik Pardosi.

    Pembicara Wasekjen DPP GMNI Rival Aqma Rianda menyampaikan, pada tiga bulan terakhir ini, masyarakat sudah menyaksikan bersama aktivitas yang tidak normal dikarenakan pandemi Covid-19.

    “Setelah dalam keadaan proses normalisasi pasca pandemi covid-19 saat ini, ada kelompok-kelompok yang meligitimasi pemerintah dengan mengatasnamakan menyelamatkan Indonesia. Menyelamatkan Indonesia saya rasa tidak perlu dengan membuat gerakan kelompok dengan mengatas namakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI),” ujarnya.

    Apalagi, katanya, orang-orang yang tergabung di Gerakan KAMI itu dikenal sebagai orang-orang yang ‘sakit hati’ pada Pilpres lalu.

    “Terlebih di dalamnya adalah orang-orang yang sudah menjabat di pemerintahan sebelumnya. Seharusnya kelompok seperti mereka membantu pemerintah saat ini memberi solusi di tengah pasca pandemi covid -19. Bukan membuat gerakan yang memprovokasi masyarakat,” tutur Rival Aqma.

    Sedangkan, Ketum Barisan Rakyat Satu Juni (Barak 106) Martin Siahaan, menyebut, di saat pandemi Covid-19 seperti sekarang, seharusnya seluruh lapisan masyarakat bersatu padu memberi perhatian untuk memulihkan bangsa ini.

    “Sudah seharusnya seluruh masyarakat bekerjasama dengan pemerintah untuk memulihkan keadaan bangsa kita yang sedang kacau karena pandemi Covid -19,” ujarnya.

    Pada saat seperti sekarang inilah, lanjutnya, seluruh elemen masyarakat Indonesia diuji dan dipanggil menunjukkan loyalitasnya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    “Saat ini, kondisi bangsa dalam keadaan yang butuh perhatian, butuh persatuan, sesama warga bangsa, sesama saudara sebangsa, menyelamatkan Indonesia dengan bersatu. Bukan dengan “membunuh” satu sama lain sesama saudara bangsa dengan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat,” ujar Martin Siahaan.

    Aktivis Komite Muda Nusantara (KMN), Erik Hapedrik Pardosi menambahkan, jika untuk menyampaikan pendapat saja, tanpa embel-embel hendak membuat kacau balau, maka bisa menyampaikan pendapat, kritik maupun saran lewat berbagai kanal yang elegan.

    Seperti menyampaikannya secara lisan, tulisan dan sebagainya, secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    Adapun dalam prakteknya kebebasan berpendapat bukanlah kebebasan yang tanpa syarat melainkan pelaksanaan kebebasan berpendapat tidak boleh saling bertabrakan dengan kebebasan atau hak-hak orang lain di muka umum.

    “Prinsip menaati hukum dan tata peraturan perundang-undangan, menjaga dan menghormati ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa adalah prinsip-prinsip mutlak dalam pelaksanaan kebebasan berpendapat dalam negara demokrasi,” ujarnya.(RGR)

    Komentar Facebook