Pengakuan Panglima TNI Hadi Tjahjanto tentang keterlibatan anggota TNI dalam kekerasan di Ciracas dan Pasar Rebo telah mengkonfirmasi dugaan keterlibatan anggota TNI dan penyangkalan yang ditujukan oleh Dandim 0505 Jakarta Timur. Yang sebelumnya menyangkal adanya keterlibatan anggota TNI dalam penyerangan dan pembakaran Mapolsek Ciracas pada (28/08/2020) lalu.
Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, pengakuan yang sama dikemukakan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa. KASAD juga mengakui adanya keterlibatan anggota TNI sekaligus telah mengambil langkah tegas dan menjamin adanya proses hukum bagi oknum anggota TNI.
Andika Perkasa berjanji akan terus memberikan informasi perkembangan penanganan kasus ini termasuk memastikan anggota-anggota yang terlibat akan dipecat dari kesatuan.
“Langkah tegas ini merupakan salah satu upaya untuk menimbulkan efek jera agar peristiwa kekerasan serupa tidak berulang,” jelas Hendardi, Rabu (02/09/2020).
Sebelumnya, ketegangan anatar TNI dengan Polri selalu diatasi dengan langkah-langkah artifisial, simbolis, dan tidak struktural. Seperti gendong-gendongan yang dilakukan anggota TNI dan Polri.
Kemudian ada juga apel bersama dan lain-lain, yang sama sekali tidak mengatasi persoalan yang sesungguhnya.
“Meskipun duduk perkara telah terang benderang dan KSAD sudah mengambil langkah positif, upaya reformasi di tubuh TNI tetap menjadi kebutuhan,” ujar Hendardi.
Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo bisa memprakarsai perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Sebagai agenda utama untuk memastikan jaminan kesetaraan di muka hukum, khususnya anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili di peradilan umum.
Agenda lain yang dibutuhkan juga adalah mendorong pembahasan RUU Perbantuan Militer, guna mengatur keterlibatan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
“Sembari menunggu revisi UU Peradilan Militer, TNI dan Polri perlu mempertimbangkan kemungkinan diselenggarakannya peradilan koneksitas atas peristiwa kekerasan yang dilakukan oknum TNI, sesuai Pasal 89-94 KUHAP dan Pasal 198 ayat 3 UU Peradilan Militer, sebagaimana aspirasi publik,” jelasnya.
Paralel dengan upaya merintis peradilan koneksitas, TNI-Polri juga didorong mendesain mekanisme sinergi kelembagaan yang konstruktif hingga ke tingkat prajurit lapangan.
“Sinergi kedua institusi selama ini hanya direpresentasikan oleh elit TNI dan Polri serta oleh spanduk-baliho kedua pimpinan organisasi ini. Sementara, di lapangan para prajurit dibiarkan terus bergesekan,” tandasnya.(RGR)