Foto Viral Jamuan Makan Siang Dengan Para Jenderal Polisi Tersangka Kasus Red Notice Djoko S Tjandra, Komisi Kejaksaan Akan Periksa Kejari Jaksel

    Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) akan memanggil dan memeriksa keterangan dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna terkait adanya ‘Jamuan Makan Siang’ bagi para jenderal tersangka kasu red notice  buronan kakap Djoko Soegiarto Tjandra.

    Ketua Komisi Kejaksaan, Dr Barita LH Simanjuntak menyampaikan, pihaknya akan mendalami adanya dugaan pelanggaran dalam proses penegakan hukum oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) yang menjamu para tersangka kasus red notice dan upaya melepaskan Buronan Kakap Djoko Soegiarto Tjandra, yakni Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi, lewat ‘Jamuan Makan Siang’ yang difasilitasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna.

    “Kami akan mendalami informasi ini dan meminta keterangan serta penjelasan bagaimana hal tersebut terjadi dalam penanganan kasus itu,” ujar Barita LH Simanjuntak, kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).

    Buntut Foto Viral Jamuan Makan Siang Dengan Para Jenderal Tersangka Kasus Red Notice Djoko S Tjandra, Komisi Kejaksaan Akan Periksa Kejari Jaksel. – Foto: Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI), Dr Barita LH Simanjuntak.(Net)
    Buntut Foto Viral Jamuan Makan Siang Dengan Para Jenderal Tersangka Kasus Red Notice Djoko S Tjandra, Komisi Kejaksaan Akan Periksa Kejari Jaksel. – Foto: Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI), Dr Barita LH Simanjuntak.(Net)

    Terkait dugaan makan siang ini, lanjut Barita, Komisi Kejaksaan sudah melayangkan surat ke Kajari Jakarta Selatan menanyakan hal ini.

    “Termasuk dugaan proses yang tidak fair tadi, sehingga semua terang termasuk alasan-alasannya. Sebab, memberikan makan siang secara wajar. Dan bila sudah tiba waktu makan siang adalah hal yang wajar  bagi semua, tanpa kecuali,”jelasnya.

    Dia menegaskan, jika ada tersangka orang biasa ataupun yang berpangkat jenderal, mestinya diperlakukan sama di muka hukum.

    “Pada prinsipnya, semua orang sama di hadapan hukum. Tidak ada yang diistimewakan berdasarkan prinsip equlity before the law dan due proces of law,” ujar Barita.

    Untuk itulah, agar prinsip ini diimplementasikan secara seragam, maka dalam setiap penanganan perkara sudah diatur standar operational prosedurnya (SOP).

    Tentu saja dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan tersebut, termasuk menjamu para tersangka kasus red notice yakni Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi, yang difasilitasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna harus berdasarkan ketentuan.

    “Sehingga semua aspek dapat dipertanggungjawabkan kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat,” tandasnya.

    Foto ‘Jamuan Makan Siang’ viral setelah Kuasa Hukum tersangka kasus dugaan suap pemberian surat jalan dan penghapusan red notice kepada buronan kakap Djoko Soegiarto Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, yakni Petrus Bala Pattyona, mengunggah foto ‘acara makan siang bersama’, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo bersama pengusaha Tommy Sumardi dan dirinya.

    Dalam unggahannya itu, Petrus menyebut momen di foto-foto adalah saat Kajari Jakarta Selatan menjamu ketiga tersangka saat proses pelimpahan berkas perkara tahap II.

    “Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini di penyerahan berkas perkara tahap dua – istilahnya P21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya dijamu makan siang oleh kepala kejaksaan,” tulis Petrus sebagaimana dikutip dari akun Facebooknya.

    “Jumat 16/10/2020 tepat jam 10 para penyidik Dittipikor Bareskrim bersama tiga tersangka (Brigjen Pol. Prasetijo Utomo, Irjen Pol. Napoleon Bonaparte dan pengusaha Tommy Sumardi) dalam kaitan penghapusan red notice Joko S. Chandra tiba di Kejaksaan Negeri Jaksel,” tambahnya.

    Dalam unggahan itu, Petrus mengungkapkan Kajari Jakarta Selatan juga sempat meminta maaf kepada ketiga tersangka red notice saat hendak diminta memakai rompi tahanan.

    “Seusai makan siang Kajari menghampiri kami dan menyerahkan baju tahanan Kejaksaan ke kedua TSK, sambil menjelaskan, mohon maaf ya jenderal, ini protap dan aturan baku sebagai tahanan kejaksaan. Kedua Tsk langsung menerima, membuka baju dinas untuk mengenakan baju tahanan, karena Pak Kajari bilang dipakai sebentar karena di loby banyak wartawan yang meliput dan ini demi kebaikan Bersama,” tulisnya.

    Petrus Bala Pattyona, kuasa hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa jamuan makan yang diberikan Kejari Jakarta Selatan saat penyerahan tersangka dan barang bukti (pelimpahan tahap II) pada Jumat (16/10) adalah hal biasa.

    “Itu acara P21 Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte di Kejaksaan Jaksel lalu, pas makan siang sesudah Shalat Jumat, kami dikasih soto Betawi. Padahal biasa-biasa saja, cuma jadi heboh seolah-olah perlakuan istimewa,” jelas Petrus.

    Hal ini menyulut sorotan masyarakat terkait kinerja Kejaksaan dan Kepolisian. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai perjamuan antara Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo serta Irjen Pol Napoleon Bonaparte janggal.

    Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, tindakan tersebut diduga telah bertentangan dengan Pasal 5 huruf a Peraturan Jaksa Agung Tahun 2012 tentang Kode Perilaku Jaksa.

    “Dalam aturan tersebut ditulis bahwa jaksa wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil,” ujarnya.

    Pertanyaan sederhana terkait dengan perjamuan tersebut, kata Kurnia, adalah apakah perlakuan itu dilakukan terhadap seluruh tersangka yang ada pada wilayah kerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atau tidak.

    Sebelumnya juga, publik menyoroti adanya pengenaan borgol bagi masyarakat yang terjerat hukum, sedangkan para jenderal itu tidak dikenakan borgol.

    Demikian pula, adanya informasi bahwa Barang Bukti dari henpon milik tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari hilang.

    Rangkaian ini semua, menimbulkan pro kontra, praduga dan prediksi atas pengusutan kasus ini. Apakah jenderal dan pejabat diperlakukan berbeda di muka hukum dibandingkan masyarakat biasa? Masyarakat harus terus turun tangan untuk mengawasi dan memastikan proses penegakan hukum.(RGR)

    Komentar Facebook